Sejarah Nahwu
Nahwu
dalam bahasa populer disebut Sintatis , yaitu ilmu yang mempelajari
dasar-dasar dan proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa. Walaupun Nahwu
bukan warisan Nabi, tapi ilmu ini berasal dari Bahasa Arab yang merupakan satu
dari sekian bahasa yang akan senantiasa di jaga oleh Allah SWT.Pentingnya
mempelajari ilmu Nahwu ini adalah agar terhindar dari kesalahan dan sebagai
Modal utama untuk mendalami Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Karena tanpa Nahwu
bahasa Arab akan terasa Hambar.
Agar
lebih mengenal ilmu Nahwu secara mendalam, maka kita harus mengetahui Sejarah
terbentuknya Nahwu yang diwarnai oleh berbagai aspek kesalahan yang terjadi di
masa silam. Nahwu tercipta di masa Sayyidina
Ali bin Abi-Thalib, yang dipelopori oleh Abu Aswad Ad-Duali
dengan menggagas harakat, dan disimbolkan dengan tanda titik. Misalnya titik
dibawah sebagai tanda kasroh, titik diatas fathah, titik sebelah kiri untuk dhomah, dan dua titik untuk tanwin yang kemudian disebut
harakat sebagai penentu I’rab infleksi. Ini terjadi di masa Muawiyyah. Kemudian di masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Nahwu
dikembangkan oleh murid-murid Ad-Duali
yang terus berupaya menyumbangkan pengetahuan sentralnya untuk menyempurnakan
ilmu Nahwu yaitu, Nasr Bin ‘Ashim
Al-Laitsi memberi tanda titik huruf sebagai pembeda antara huruf yang sama.
Disamping itu sebagai pembeda dengan titik yang di tulis Ad-Duali sebagai tanda baca, sedangkan Yahya Ibnu Ya’mur penulis titik sebagai tanda I’rab. Bentuk penulisan ini tetap bertahan hingga menjelang masa Khalifah Abbasiyah. Karena titik
sebelumnya terlalu banyak dan warna mulai memudar, sampai ketika Imam Khalil Al-Farahidi pengarang ilmu ‘Arud (sajak) merevisi titik I’rab dengan
huruf mad yang kemudian disebut harakat sebagai
tanda I’rab. Yaitu, harf wawu kecil diatas untuk dhomah, dan
alif kecil untuk fathah, harf ya’ kecil untuk kasroh, kepala harf syin untuk tasydid, kepala ha’ untuk sukun, dan kepala ‘ain untuk hamzah. Kemudian
tanda-tanda ini dipermudahkan, dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk
yang sekarang. Seiring berjalanya waktu, Nahwu di Al-bashrah (Iraq) terus
dikembangkan oleh Abu Musa Al-Hadhrami,
Isa Bin Umar, Al-Khalil,Sibawaih,Abu Amr Bin Al-‘Alaq, dan Al-Akhfasy Nahwu menyebar ke tanah Kuffah (Iraq) dengan munculnya Mu’adz
Al-Harra’ pencetus Ilmu Sharraf Morfologi,
yaitu ilmu yang mempelajari bentuk kata dan linguistic, tata bentuk asal kata
dengan perubahan yang ada.
Kemudian dikembangkan oleh Abu
Ja’far Ar-Ruasi dan kedua muridnya, yaitu Al-Kisa’I dan Al-Farra’,
sehingga kedua ilmu ini menjadi fan tersendiri
dengan tujuan yang sama. Semenjak itulah tercipta istilah Kubu Basrah dan Kubu Kuffah. Kemudian kedua aliran ini bertemu di Baghdad (Iraq) pusat pemerintahan Abbasiyah
masing-masing dibahas oleh Qutaibah dan
Hanifah Al-Dinauri. Kemudian para
pelajar Baghdad setelahnya mengambil
pendapat yang paling Arjah dari kedua Kubu tersebut, dan banyak pakar yang
bermunculan disana seperti, Imam
Zamaksyari. Nahwu terus berkembang ke tanah Mesir (Benua Africia) dan
disana mulai di temukan karya Syaikh
Syarifuddin Yahya Al-‘Imrithi pengarang Nadham ‘Imrithi yang merupakan hasil gubahan dari Al-Jurmiyah, dan Ibnu Aqil (Pensyarah Alfiyah).
Nahwu terus berkembang dikawasan Maroko
(Benua Africa), disana telah
ditemukan Kitab Al-Jurmiyyah karya Syaikh Sonhaji dan Nahwu mulai sempurna
dengan munculnya Ibnu Malik asal Andalus (Spanyol) di era Muhadditsin,
menyumbangkan ide pemikirannya dalam sebuah karya Excutif yang tertuang dalam sajak bait-bait Al-Fiyyah yang dikenal hingga ke Nusantara. Khususnya di Madura
ilmu Nahwu dikembangkang dan disebar luaskan oleh Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar